Skrining Kesehatan Jiwa Pada Remaja oleh Dinas Kesehatan Bondowoso

UPTD Puskesmas Tapen, 29 Oktober 2024 | Usia remaja merupakan usia pancaroba dalam siklus hidup manusia. Perkembangan fisik yang pesat kadang-kadang tidak disertai dengan perkembagan jiwa dan spiritual yang matang, sehingga tidak jarang remaja akhirnya mengalami ketidakseimbangan dalam kejiwaanya. Kondisi yang tidak seimbang dalam kejiwaan ini apabila berlanjut dan tidak segera mendapatkan penanganan akan berakibat buruk bagi perkembangan selanjutnya baik dalam pengendalian emosi maupun dalam berperilaku.

Kesehatan jiwa anak dan remaja merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan anak dan remaja di sekolah, serta penentu masa depan mereka di masyarakat. Kondisi tersebut dipertimbangkan karena anak dan remaja menghabiskan hampir sebagian besar waktu mereka di sekolah. Hal ini menempatkan sekolah menjadi tempat yang penting untuk melakukan deteksi dan intervensi dini persoalan atau kesulitan emosi dan perilaku yang mungkin mereka hadapi.

Dalam rangka upaya untuk melakukan deteksi dini dan intervensi dini persoalan atau kesulitan emosi dan perilaku ini, Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular dan Kesehatan Jiwa Dinas Kesehatan Kabupaten Bondowoso dan Tenaga Kesehatan UPTD Puskesmas Tapen beserta Kepala UPTD Puskesmas Tapen dr. Putri Endah Wulandari melakukan pencegahan (preventif) melalui deteksi dini kepada siswa SMP Negeri 1 Tapen dan siswa SMA Negeri 1 Tapen dengan menggunakan kuesioner SDQ (Strengths and Difficulties Questionnaire).

Skrining kesehatan jiwa pada anak sekolah SMP dan SMA merupakan kegiatan untuk mendeteksi dini gangguan kesehatan mental. Skrining ini dapat dilakukan tanpa menunggu adanya gejala gangguan kesehatan mental.

Skrining kesehatan jiwa pada anak sekolah dapat dilakukan dengan menggunakan kuesioner SDQ (Strengths and Difficulties Questionnaire). Kuesioner ini dapat digunakan untuk mendeteksi dini masalah perilaku dan emosi pada anak dan remaja berusia 4–18 tahun.

Setelah dilakukan skrining, hasil akan terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu normal, borderline, dan abnormal. Jika hasilnya normal, siswa akan mendapatkan edukasi. Jika hasilnya borderline, siswa akan mendapatkan intervensi dari guru bimbingan konseling, guru bimbingan penyuluhan, dan wali kelas. Jika hasilnya abnormal, siswa akan dirujuk ke puskesmas atau rumah sakit. 

Selain skrining, kegiatan kesehatan jiwa lainnya yang dapat dilakukan di sekolah adalah: Penyuluhan masalah emosi dan perilaku, Latihan keterampilan, Pembinaan dan konseling kepada keluarga. 

Semakin cepat gangguan kesehatan mental terdeteksi, semakin efektif penanganan yang dapat diberikan. Dengan demikian, risiko terjadinya komplikasi atau masalah yang lebih besar dapat dicegah.

 

Share Berita Ini